SMP MPlus Gunungpring

Bapak Grengseng Pamuji, S.Pt. Iahir di Magelang,25 Oktober 1979. Ia adalah putra dari Bapak
Handono yang menjabat sebagai Kepala Desa Girikulon dari tahun 1980-2000, dan ibu Sri Ratnawati.
Suami dari ibu Dian Ekawati ini menempuh pendidikan formalnya mulai dari SD Negeri Girikulon,
Magelang, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 2 Secang, dan SMA Negeri 2 Grabag. Setahun setelah
lulus SMA, ia melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Gadjah Mada dan mendapat gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2002.

Beliau memilih sosok Bung Karno sebagai inspirasinya. Menjadikan moto hidup “Bermanfaat”
sebagai pegangannya dalam melayani masyarakat Kabupaten Magelang.

Salah satu program unggulan beliau—Anyar Gres,menjadi suatu wajah baru untuk membangun generasi muda khususnya di Kabupaten Magelang yang mengutamakan bidang pendidikan. Beliau meyakinkan pentingnya keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan ilmu keagamaan.

“Kami sebenarnya melhat dua sisi, ini harus ber- jalan beriringan. Baik antara ilmu pengetahuan dan ilmu keagamaan. Agama apapun. Islam menjadi Islam yang baik, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu. Biar keduanya seimbang. Karena dengan beriringan dua sisi itu, nanti di ujung sama, tercapai yang dlinginkan oleh manusia Indonesia yang sa- tuh-utuhnya, dan paripurna.”

Saya dicalonkan

Jawaban yang unexpected beliau lontarkan saat ditanyakan alasan mencalonkan diri menjadi bupati.
Satu kalimat itu dapat menggambarkan bahwa kepeminpinannya adalah bentuk kepercayaan, bukan

ambisi semata. Kepemimpinan yang diberi kepada Pak Grengseng adalah tanggung jawab, bukan jabatan untuk dibanggakan.

Menurut Pak Grengseng, pendidikan tidak boleh berhenti pada satu titik saja. Minimal, pada tahap di pendidikan dasar, anak-anak harus mendapatkan yang namanya pengalaman sembang – baik kecerdasan secara intelektual dan spiritual.

“Pendidikan itu tidak bisa selesai di satu kali pendidikan. Jadi, minimal pendidikan dasar kita bisa memberikan pengalaman. Beriringan antara pendidikan batiniyahnya, dan keagamaannya. Manusia Indonesia itu kan harus sekat lahir dan batin, harus seimbang material dan spiritual. Dan salalu dibuat sedemikan. Maka, kita melakukan dasar seperti itu. Yang memberikan peluang capaian pengetahuan semaksimal mungkin, dilandasi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa.

Saat ditanya, “Bagaimana rasanya dilantik sebagai seorang bupati,?” mungkin kita akan berpikir beliau akan memberikan jawaban: “Senang sekali”, “Suatu kebanggaan”, dan masih banyak lagi. Nyatanya, beliau menjawab, “Biasa saja.”

Beliau berkata, “Saya melihat semua itu tidak ada yang istimewa. Kita semua hanya menjadan. Kalau misalnya kita mendapat sesuatu, itu berarti kita memang dilempattan di situ, tidak ada yang istimewa. Kita tidak akan istimewa jika kita tidak berlatih. Saya juga tidak ada istimewanya jika saya tidak bermanfaat. Kita bisa menjadi berkualitas, bisa menjadi permata jika batu kita dipoles dengan menjadi tadi.”

Beliau menyampaikan bahwa telah ada skema yang sudah disiapkan untuk meningkatkan prestasi siswa dan sekolah di seluruh Kabupaten Magelang berbasis potensi setiap siswa. Yang kurang di bidang akademis namun fisiknya kuat, bisa mengikuti kompetisi olahraga, lari misalnya. Atau mungkin yang kurang di bidang akademis maupun fisik namun pandai verbalnya, bisa ikut lomba bahasa.
“Sebenarnya, kita semua sudah diciptakan sempurna. Tinggal kita sempurnanya ada di mana. Masing-masing itu berbeda. Spesialisasinya juga berbeda.”

Beliau juga menyampaikan satu pesan penting bagi seluruh siswa-siswi:
“Jangan pernah minder ketika teman memiliki kemampuan lain yang lebih. Karena belum tentu teman anda memiliki kemampuan yang sama di bidang yang berbeda. MAKA KENALI DIRIMU SENDIRI.”

Akses adalah tantangan bagi masyarakat Magelang yang sebenarnya sudah sadar pentingnya pendidikan.

“Secara umum, sebenarnya masyarakat itu sudah paham tentang kebutuhannya pendidikannya, tinggal hari ini pemerintah itu menyediakan. Yang pertama, jangkauan, bagaimana agar kita dekat dengan masyarakat. Kalau itu jauh berarti harus ada transportasinya agar mendekatkan, kalau dia tidak mampu maka difasilitasi, akan kita beri subsidi gratis. Sebenarnya orang yang tidak sekolah pun sadar tentang pentingnya pendidikan, tinggal apa alasannya tidak sekolah. Jika masalahnya jarak maka akan kita dekatkan dengan mendatangkan program transportasi gratis yang aman bagi pelajar. Jika ini berhasil maka besok anak SMP tidak boleh pakai motor, semua wajib menggunakan angkutan pelajar.”

Satu inovasi yang siap dan akan diluncurkan adalah program Hari Bakti Orang Tua setiap hari Sabtu. Dalam program ini, siswa diwajibkan untuk membantu orang tua masing-masing di rumah.

“Tapi juga kalau agama saja juga tidak bisa seiringan dengan zaman. Maka pengendalian antara nilai moral dengan nilai akademik harus seimbang. Maka, akan saya luncurkan, Sabtu itu menjadi hari bakti orang tua. Jadi setiap siswa diwajibkan untuk membantu orang tua. Biar apa? Biar adik-adik punya kebanggaan dengan orang tuanya.”

Sebagian orang, atau bahkan kebanyakan, menganggap bahwa tawuran adalah masalah sosial yang berat dan memiliki pendekatan yang kurang pantas bagi remaja yang masih linglung dan mencari jati dirinya. Namun, Pak Grengseng justru lebih memiliki pendekatan yang certas dan “manusiawi” bagi beberapa remaja.
“Nanti anak-anak akan kita dorong untuk berkompetisi. Anak-anak ini kan banyak yang nakal karena kelebihan energi, maka harus disalurkan, dan kami bertugas memberikan ruang untuk anak-anak yang kelebihan energi ini, tapi harus diatur, dengan cara melarang menggunakan motor. Agar tidak menggunakan motor, maka akan kami siapkan dulu infrastruktur transportasinya. Jadi saat transportasinya sudah aman, baru diberatkan bahwa pelajar tidak boleh menggunakan motor. Jadi saat sudah tidak boleh menggunakan motor, nanti anak-anak akan diperbanyak kompetisinya, agar otaknya tidak kosong, didorong berkompetisi di bidang masing-masing dan sesuai potensi masing-masing.”

Saat beliau ditanya apakah ada perbedaan yang dirasakan saat menjadi anggota DPRD lalu sekarang menjadi seorang bupati, beliau menjawab:

“Ya beda. Kalau dulu itu legislator, sifatnya mengawasi, mendesain anggaran. Hari ini saya eksekutor. Membuat anggaran dan mengeksekusi anggaran. Kalau dulu dewan tidak bisa buat, kalau bupati bisa.”

Kiat-kiat sukses yang Pak Grengseng berikan tidak bertele-tele. Hanya satu: Berpikir positif.

“Karena berpikir positif dapat meningkatkan kualitas hidup kita.”

Yang pertama, adik-adik harus membuat skala prioritas, yang dimulai dari tahu diri sendiri. Yang kedua adalah harus disiplin, dan yang ketiga itu harus otot proaktif atau suka tolong-menolong tanpa diperintah. Nah, terapkan tiga itu sebagai kunci sukses.

Juga, beliau menyampaikan beberapa pesan bagi siswa-siswi:

“Yang pertama, adik-adik harus membuat skala prioritas, yang dimulai dari tahu diri sendiri. Yang kedua, harus disiplin. Lalu yang terakhir, harus otot proaktif atau suka tolong-menolong tanpa diperintah. Nah, terapkan tiga itu sebagai kunci sukses.”
Dituliskan kembali tanpa editing dari Majalah Pemantik, Edisi juni 2025 no 07